DBasia.news – Gol Mario Basler membantu Bayern Munchen unggul 1-0 atas Manchester United di final Liga Champions 1998-99. Kedudukan itu bertahan hingga waktu normal 90 menit.
Alex Ferguson (belum diberi gelar kehormatan Sir) tidak panik. Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solskjaer dimasukkan dari bangku cadangan menggantikan Jesper Blomqvist dan Andy Cole. Man United tidak patah arang.
Dua tendangan sepak pojok yang diambil David Beckham jadi kunci kebangkitan Man United. Drama comeback dramatis terbaik dalam sejarah Eropa, sejarah klub, tercipta di tiga menit tambahan waktu.
Sheringham memanfaatkan kemelut di muka gawang Bayern kala mendefleksikan bola tendangan Ryan Giggs menjadi gol. Pengguna nomor 20, Solskjaer, berada di posisi yang tepat kala gol kedua tercipta di menit 90+3.
Sheringham menanduk bola tendangan bebas Beckham, membelokkannya ke arah kaki Solskjaer yang mengonversinya jadi gol. Solskjaer berlari dekat dengan tiang sepak pojok dan merayakan selebrasi gol dengan selebrasi ikonik menyusurkan kaki dan membuka tangan lebar.
Sebelum gol tercipta, Solskjaer sudah menciptakan dua peluang dari tandukkan kepala yang mampu diantisipasi The Great Kahn alias Oliver Kahn. 20 tahun berlalu. Solskjaer mengenang kembali momen itu.
Lelaki asal Norwegia bisa kapan saja membicarakan momen bersejarah tersebut. Tapi, tidak ada momen yang lebih tepat dibanding saat ini: Man United akan melawan Barcelona di perempat final Liga Champions 2018-19.
Solskjaer sebagai manajer Setan Merah, mantan pemain yang mencetak gol bersejarah di Camp Nou pada 1999, melihat hasil undian Liga Champions tersebut sebagai suratan takdir yang tak lagi terelakkan.
“Ya, harus seperti ini (melawan Barcelona)! Saya menerima banyak pesan dari teman mengatakan tahun ini akan menjadi tahun kami melaju (lebih jauh di Liga Champions), karena angka saya 20 dan sekarang sudah 20 tahun berlalu (dari final 1999). Kami kembali ke Camp Nou lagi,” papar Solskjaer, dikutip dari Manchester Evening News.
“(Kala itu) menjadi malam terbesar yang saya kenang dalam sepak bola, tentu saja. Bagi kami semua di dalam tim itu, malam itu sangat luar biasa hebat. Stadion yang hebat … dan tentu saja kami bertemu mereka juga di fase grup kala itu – skor 3-3 di laga kandang-tandang. Laga nanti bakal seru.”
Selepas final Liga Champions 2009, Man United dan Barcelonacukup sering bertemu di Liga Champions pada semifinal Liga Champions 2007-08, dilanjutkan dua final Liga Champions 2009 dan 2011. Barca mengalahkan United di dua final itu, namun menyingkirkan Barca di semifinal via tendangan jarak jauh Paul Scholes.
“Kami menginginkan laga-laga seperti ini melawan tim terbesar. Kami bermain di final melawan mereka di tahun 2009 dan 2011, lalu semifinal 2008 ketika Scholesy (Paul Scholes) mencetak gol. Pertandingan seperti inilah alasan fans mendukung klub ini. Kami sangat menantikannya,” tutur Solskjaer.
Bagi pelatih berusia 46 tahun tersebut, mengunjungi Camp Nou nanti akan jadi yang ketiga kalinya. Pasca bermain di sana pada final Liga Champions 1999, Solskjaer sempat kembali ke Camp Nou, bukan sebagai pemain atau pelatih, melainkan penonton yang berlibur dengan keluarganya.
“Saya telah kembali sekali (ke Camp Nou) dengan putra termuda saya untuk El Clasico. Itu terjadi saat saya tidak bekerja setelah melatih Cardiff (City) dan sebelum Molde. Jadi, saya punya waktu untuk dihabiskan dengan anak-anak saya dan bepergian,” imbuh Solksjaer.
“Saya membeli tiket untuk kami bepergian ke Barcelona melawan Real yang benar-benar enak untuk dinikmati, hari yang hebat,” pungkasnya.