DBasia.news – Masyarakat Argentina sangat fanatik dengan sepak bola. Hal itu bisa dilihat dari final Copa Libertadores 2018 yang beberapa waktu lalu berlangsung antara Boca Juniors kontra River Plate di Santiago Bernabeu.
Leg dua yang seharusnya berlangsung di markas River Plate, dimainkan di markas Real Madrid karena laga tak memungkinkan berlangsung di El Monumental. Bus yang ditumpangi staf dan pemain Boca ditimpuki benda tajam oleh fans hingga kaca pecah saat akan memainkan laga di Monumental.
Rivalitas kedua tim besar dan bersejarah Argentina itu memang besar, namun, ketika sudah berkaitan dengan pertandingan sepak bola, batasan wajar tata tertib antar fans sudah tidak berlaku lagi.
Itu memperlihatkan betapa ‘gilanya’ warga Argentina kepada sepak bola. Jadi, tak bisa disalahkan juga jika mereka begitu ekstrim melepaskan kritikan dan mengungkapkan kekecewaan saat segalanya tidak sesuai harapan.
Generasi pendahulu timnas Argentina yang berisikan Gonzalo Higuain, Lionel Messi, Sergio Aguero, Javier Mascherano (sudah pensiun), menjadi korban kekecewaan fans. Khususnya dua nama yang disebut pertama.
Higuain, dengan statusnya sebagai striker top Eropa, dijadikan kuda hitam atas kesulitan Argentina menjuarai trofi prestisius ketika sudah mencapai fase final. Terutamanya kala Argentina melawan Jerman di final Piala Dunia 2014.
Pun demikian dengan Messi. Statusnya sebagai megabintang di Barcelona, plus perbandingan dengan Diego Maradona, menempatkannya pada posisi sebagai pengusung harapan warga Argentina untuk meraih titel prestisius, entah itu Piala Dunia atau Copa America.
Namun yang terjadi sebaliknya: penampilan buruk Messi di timnas seolah menjadikannya dua sosok Messi yang berbeda di klub dan negara. Anaknya sampai menanyakan hal yang benar-benar tidak disangka Messi.
“Sangat sulit, anak saya selalu melihat Youtube dan melihat video. Ia bertanya kepada saya mengapa di Argentina mereka ingin ‘membunuh’ saya!,” tutur Messi kepada radio 94.7 Club Octubre Argentina.
“Tetapi saya belum menyerah. Saya ingin memenangi sesuatu untuk timnas. Saya akan bermain dalam laga-laga penting. Kami telah mencapai final Piala Dunia dan itu bukan hal mudah.”
Higuain bahkan sudah menyerah lagi memperkuat timnas dan memilih fokus dengan klubnya saat ini, Chelsea. Pada usia 31 tahun, El Pipita memilih gantung sepatu dengan catatan 75 caps dan 31 gol.
“Saya sudah memutuskan untuk pensiun dari tim nasional Argentina. Keputusan ini diambil karena ingin menikmati waktu lebih banyak bersama keluarga sekaligus putri saya. Di sisi lain, saya juga sudah memberikan semua hal untuk timnas,” papar Higuain.
“Kini saya ingin berkonsentrasi penuh bersama Chelsea. Premier League adalah sebuah kompetisi yang sangat luar biasa dan kompetitif. Saya ingin menikmatinya,” lanjut eks striker Juventus dan AC Milan itu.
Warganet memberikan komentar berbeda atas keputusan pensiun Higuain itu. Ada yang mengucapkan terima kasih dan memberikan respek atas kerja kerasnya selama ini. Ada juga yang bersyukur Higuain pensiun untuk membuka jalan baru bagi striker muda semisal: Lautaro Martinez, Mauro Icardi.
Messi masih bertarung untuk kembali merebut hati fans Argentina dan Higuain pensiun dengan perlakuan buruk dari fans. Legenda Argentina, Gabriel Batistusta, pasang badan membela Higuain.
“Sepertinya buat saya dia (Higuain) telah menjadi striker yang hebat. Dihargai di seluruh dunia dan diperlakukan dengan cara buruk di Argentina,” ucap Batistuta di Goal.
“Kita sedang berbicara mengenai fakta bahwa penyerang-penyerang mungkin melewatkan 200 gol, tapi kemudian menciptakan satu-tiga gol di momen tepat, hingga mereka selalu dikenang dengan sedikit gol yang mereka cetak ketimbang yang gagal menjadi gol.”
“Dan saya telah mengatakannya ‘ada juga sebaliknya’. Higuain mencetak 200 gol, dan gagal mencetak tiga gol di waktu yang salah, dan di Argentina, sayangnya, itu yang dikenang darinya.”
“Ketika dia, padahal, seorang striker hebat, salah satu yang terbaik yang pernah dilihat dalam tahun-tahun terakhir pada skala global,” pungka Batistuta.