DBasia.news – Setelah berhasil taklukkan Barcelona September lalu, Granada CF terus berikan kejutan selama pertandingan LaLiga 2019-2020. Hal ini terbukti dengan kemampuan Granada meraih posisi puncak di klasemen LaLiga dan bisa mempertahankan konsistensi bermain.
Memainkan pekan 10 kontra Real Betis di Los Carmenes, Granada menang 1-0 melalui gol yang dicetak Alvaro Vadillo di menit 61. Tambahan tiga poin sudah cukup bagi Granada naik ke puncak klasemen dengan raihan 20 poin.
Di kala media dan publik membahas soal penundaan El Clasico Barcelona kontra Real Madrid karena aksi unjuk rasa di Catalunya, Granada mampu memuncaki klasemen LaLiga dengan keunggulan satu laga – satu poin dari Barca di urutan dua.
Sekedar catatan, Granada baru promosi ke LaLiga pada Juni 2019 dari Divisi Segunda, lalu mengalahkan Barcelona pada September 2019, dan kini di bulan Oktober memuncaki klasemen LaLiga. Tak usah heran apabila Sid Lowe, penulis di Guardian, membuat artikel khusus soal Granada.
“Ini tak seharusnya terjadi. Tapi Granada merupakan satu-satunya dari tiga tim promosi sepanjang masa yang menempati puncak klasemen dalam fase ini,” tulis Sid Lowe.
Lebih hebat lagi, menurut Transfermarkt, nilai skuat Granada hanya 33,5 juta euro – harga yang relatif rendah di Eropa – dan berada di bawah banderol pemain-pemain top Eropa, semisal Frenkie de Jong yang mencapai 70 juta euro lebih.
Gaji rata-rata di dalam skuat Granada pun dibatasi pada angka 35,46 juta euro, di atas dua klub Real Valladolid (32,03 juta euro) dan Mallorca (29,96 juta euro). Jadi, sebenarnya tidak ada yang spesial di dalam skuat Granada saat ini.
Bahkan, dana pembelajaan Granada di musim panas ini tidak lebih dari 10 juta euro atau lebih tepatnya 7,25 juta euro setelah membeli Domingos Duarte, Yan Brice, dan Darwin Machis (Roberto Soldado direkrut gratis).
Granada sadar mereka kalah bersaing dari segi finansial dengan klub-klub lain. Mereka menutupinya dengan pembelian pemain yang efisien – sesuai dengan kebutuhan pelatih, Diego Martinez.
“Kami tak punya (uang) jutaan euro tapi kami punya usaha, antusiasme, dan ambisi,” ucap bek Granada, German Sanchez.
“Jika saya punya lemon maka saya akan membuat jus lemon, jika saya punya jeruk saya akan buat jus jeruk,” tambah Martinez.
Martinez, 38 tahun, menjadi salah satu pelatih termuda di LaLiga dan belum pernah melatih di kasta tertinggi sebelumnya. Tapi, Martinez merupakan sosok yang membentuk kolektivitas kuat dalam skuat Granada, tim yang pernah hampir bangkrut setelah degradasi ke Segunda pada 2016-17.
Tiga hal dalam ciri permainan Granada asuhan Martinez adalah: agresivitas, melakukan tekanan dengan kompak, dan coba merebut bola di garis pertahanan lawan (untuk melakukan serangan balik). Simpel tapi efisien.
“Para pemain … Anda bertanya apa rahasianya. Para pemain,” ucap Martinez dengan penuh keyakinan ketika ditanya resep sukses Granada di awal musim ini.
Bukan hanya dari jiwa pengorbanan dan kolektivitas pemain-pemain Granada, mereka juga mendapatkan dukungan penuh dari suporter yang membuat Martinez salut.
“Anda bisa merasakannya; mereka juga menikmati ini. Koneksinya sangat hebat, selama dua jam semuanya melupakan masalah mereka; ketika fans melihat kinerja Anda, berbagi nilai kepada Anda, ini sangat hebat. Sangat menyenangkan berada di situasi ini,” terang Martinez.
Bak istilah di masa lampau, perlahan tapi pasti, Granada saat ini harus menikmati proses tanpa harus memikirkan posisi mereka di LaLiga. Abaikan itu dan terus melaju.
“Kami tidak melihat angka-angka (statistik dan posisi). Saya minta maaf harus seperti ini, tapi inilah yang membawa kami sejauh ini,” pungkas German Sanchez.
-
Barcelona Bukan Lagi Rival Bagi Real Madrid
-
FIFA Minta Klub Tidak Melarang Pemain Memperkuat Tim Nasional
-
Dukung Real Madrid Juara LaLiga, Luis Garcia Nilai Barcelona Tidak Dalam Penampilan Terbaik
-
Barca 2-2 Atletico, Busquets Pesimistis Blaugrana Pertahankan Titel LaLiga
-
Kasus Virus Corona di Spanyol Menurun, LaLiga Pertimbangkan Gelar Laga dengan Penonton