DBasia.news – Anggota Komite Eksekutif PSSI, Gusti Randa, memuji kinerja Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia.
“Saya pribadi melihat, gerakan satgas mafia sepakbola ini menuju ke arah positif,” kata Gusti.
Meski begitu, Gusti belum bisa memberikan penilaian, sepak bola Indonesia darurat pengaturan skor. Sebab, ia menilai masih banyak pertandingan berakhir dengan skor murni alias tanpa pengaturan skor.
“Karena belum tentu skor semua pertandingan diatur. Semua kembali kepada individu masing-masing. Kalau memang terlibat , aparat harus bertindak dan pelaku harus mempertanggung jawabkan di depan hukum,” papar mantan aktor sekaligus pengacara ini.
Di sisi lain, ada beberapa anggota PSSI tersandung hukum kasus pengaturan skor. Banyak pihak menilai, antara PSSI dan anggota merupakan transaksi pengaturan skor.
Menanggapi kecurigaan ini, Gusti meminta masyarakat berpikiran positif. Sebab, sesuai statuta, PSSI boleh menerima iuran dari para anggota di semua level dari tingkat asosiasi kecamatan sampai provinsi.
“Dalam statuta, PSSI boleh memungut iuran kepada anggota, sebagai uang pendaftaran, penyelanggaraan turnamen, kursus-kursus kepelatihan dan wasit yang digelar anggota PSSI,“ ujar mantan Asprov PSSI DKI Jakarta ini.
Dalam Pasal 71 Statuta PSSI tertulis, Kongres PSSI bakal menentukan nilai iuran tahunan anggota setiap 2 tahun sekali berdasarkan rekomendasi Komite Eksekutif. Jumlah iuran keanggotan untuk semua anggota sama dan tidak lebih dari Rp 10 juta.
Kemudian, dalam Pasal 73 Statuta PSSI tertulis, PSSI boleh memungut iuran sekaligus menetapkan iuran kepada anggota bila berniat menggelar pertandingan tertentu dengan monitor PSSI.
Dalam Pasal 68 Statuta PSSI, terdapat tiga macam sumber pendapatan PSSI secara khusus antara lain, iuran tahunan keanggotaan, penerimaan hak dari pemasaran (marketing) di mana telah menjadi kewenangan PSSI, denda dari Komisi Disiplin PSSI sesuai ketetapan dari Komite Eksekutif PSSI. Terakhir, iuran dan penerimaan lain sesuai dengan tujuan PSSI.