DBasia.news – Bulan Agustus belum berakhir, hawa-hawa Zinedine Zidane dan Cristiano Ronaldo ‘masih’ dirasakan fans Real Madrid, dan Julen Lopetegui telah memperlihatkan kekuatan manajerialnya dalam melatih tim. Ketegasannya patut diapresiasi dan diacungi jempol.
Madrid boleh saja disorot habis-habisan saat ini karena tidak melakukan transfer pemain besar dalam upaya menggantikan Ronaldo, dan hanya merekrut: Alvaro Odriozola, Vinicius Junior, Andriy Lunin, dan Thibaut Courtois – nama yang disebut terakhir memiliki profil top di Eropa. Kritikan pun bertambah parah pasca kalah 2-4 dari Atletico Madrid di ajang Piala Super Eropa.
Los Blancos tidak mudah menyerah. Mereka bangkit di La Liga melalui dua kemenangan beruntun melawan Getafe (2-0) dan Girona (4-1). Dalam dua laga itu juga Lopetegui memperlihatkan kuasanya atas para pemain Madrid. Sorotan utamanya apalagi kalau bukan caranya memperlakukan pemain sama rata, tanpa pandang bulu, tidak peduli status mereka bintang, senior, atau pemain muda tim.
Courtois yang dibeli dari Chelsea masih menghangatkan bangku cadangan dan belum sekalipun diturunkan Lopetegui. Dia masih memercayai tempat nomor satu Madrid di bawah mistar gawang kepada Keylor Navas. Begitu juga Luka Modric yang dicadangkan di ketiga laga tersebut.
Thibaut Courtois
Lopetegui memberi kesempatan mentas Isco, Toni Kroos, dan Casemiro di lini tengah dalam formasi 4-2-3-1. Sementara di laga teranyar melawan Girona, Raphael Varane yang sudah jadi andalan Zidane beberapa musim terakhir, dicadangkan Lopetegui yang memberi tempat bermain bagi Nacho Fernandez sebagai tandem Sergio Ramos di lini belakang.
Bahkan Marcelo, yang biasanya tidak pernah digantikan saat bermain, ditarik keluar pada menit 60 oleh Lopetegui kala melawan Girona. Lopetegui bukan menerapkan rotasi pemain dalam kebijakannya tersebut, melainkan penilaian murni akan statistik pemain individu terkait performa mereka. Jika dianggap menurun atau tampil buruk, maka Lopetegui akan mencadangkan mereka – tidak peduli dengan status mereka.
“Real Madrid secara resmi memulai musim dengan kebobolan sebuah gol di menit pertana dan kalah di Piala Super Eropa karena kesalahan Marcelo, satu dari beberapa kesalahan defensif yang dibuatnya dan juga rekan setim. Itulah mengapa pelatih tidak ragu mengganti Marcelo kala melawan Girona ketika masih ada waktu setengah jam permainan. Dia tidak ragu,” tulis artikel yang dimuat Marca, Selasa (28/8).
Kebijakan Lopetegui itu jelas relatif lebih ‘adil’ ketimbang Zidane yang kerapkali memainkan susunan pemain yang sama dari satu laga ke laga berikutnya dua musim terakhir. Meski berujung tiga titel Liga Champions beruntun dan satu La Liga, pemain seperti Alvaro Morata, James Rodriguez, hengkang karena mereka tidak puas dengan waktu bermain mereka di era Zidane.