DBasia.news – Kisah masa kecil Edin Dzeko tak ubahnya orang lain yang besar pada masa perang saudara di Yugoslavia dan Semenanjung Balkan.
Lahir di Sarajevo yang dulu menjadi bagian dari Yugoslavia, 33 tahun lalu, Edin Dzeko mengaku sempat merasakan penderitaan ketika negerinya hancur.
“Selama terjadi perang, saya mengalami masa ketika harus berhenti main bola di jalanan ketika sirene berbunyi,” kenang Dzeko.
Sebagai anak kecil, Dzeko tak terlalu paham dengan kondisi dan situasi bahaya yang terjadi. Dia hanya menuruti ketika orangtuanya meminta berhenti.
“Saat berusia 6 tahun, saya memang cukup tahu atas apa yang terjadi. Namun, tak berpikir terlalu jauh juga,” ucap striker Bosnia-Herzegovina itu.
“Namun, orangtua saya yang selalu khawatir. Tanpa mereka, mungkin saya tak di sini seperti sekarang.” ucap pemain kelahiran Maret 1986 itu.
Perang saudara itu pun berakhir empat tahun setelahnya. Masalah baru muncul dari Dzeko yang ketika itu baru berumur 10 tahun.
“Segalanya telah hancur. Tak ada lagi yang tersisa, termasuk untuk lapangan sepak bola,” kisah Dzeko.
“Ketika itu, saya ingat ayah membawa saya ke klub Zeljeznicar untuk berlatih dan perlu gonta-ganti bus dan kereta untuk sampai,” tuturnya.
Akan tetapi, setelah sampai tempat latihan, Dzeko dan ayahnya tak lagi menemukan lapangan latihan yang layak.
“Kami berlatih di lapangan sekolah karena stadion kecil klub tersebut telah hancur,” ujar anak dari Midhat dan Belma Dzeko tersebut.
Sang ayah, Midhat, punya peranan besar dalam karier sepak bola Dzeko. Di tengah-tengah kesibukannya, sang ayah tetap bisa mengantarkan Dzeko berlatih.
“Butuh satu jam lebih ke tempat latihan dari rumah. Namun, walaupun sibuk bekerja, ayah tetap bisa mengantarkan berlatih,” kata Dzeko.
“Ketika latihan berlatih, dia selalu memberi saya pisang,” ucapnya mengisahkan.
Menurut Dzeko, Midhat merupakan tipe ayah yang sangat memanjakan dan mau berjuang untuk anak-anaknya.
“Bahkan dalam momen terburuk pun, dia selalu melakukan segalanya untuk saya dan saudara perempuan saya,” tuturnya.
Buah perjuangan sang ayah terhadap sang anak berbuah hasil pada 2003. Edin Dzeko menembus tim senior Zeljeznicar.
“Ketika itu, kami tengah berada di pusat perbelanjaan. Lalu, ada telepon dari pelatih bahwa saya akan bermain untuk tim utama besoknya,” ujar Dzeko.
“Begitu saya memberi tahu kepada ayah, dia langsung terkejut dan menanyakan kapan, di mana, dan lawan siapa,” ucapnya.
Menurut Dzeko, momen ketika memberi tahu sang ayah dirinya akan bermain merupakan momen spesial.
“Ayah selalu ada sejak saya melakukan langkah pertama. Setiap latihan usai perang pun, kami ke mana-mana selalu bersama,” kenangnya.
Zeljeznicar merupakan klub pertama Edin Dzeko. Setelah menjadi bagian dari akademi sejak 1996, dia menembus tim utama pada 2003.
Setelah itu, dia malang melintang ke sejumlah klub, termasuk berlaga di Liga Inggris dan Liga Jerman. Musim panas 2016, dia lantas menjajal Liga Italia bersama AS Roma.