DBasia.news – Laga bigmatch tersaji pada pekan ke-17 Premier League 2018-2019. Di mana, Liverpool menjamu Manchester United di Anfield, Minggu (16/12) pukul 23.00 WIB.
Laga ini akan menjadi kesepuluh kalinya Jurgen Klopp beradu taktik dengan Jose Mourinho. Bagi Mourinho, Klopp adalah lawan yang selalu menyulitkan. Buktinya Mourinho baru dua kali mengalahkan Klopp.
Untuk duel kali ini, beban yang dipikul Mourinho bisa dibilang lebih berat. Selain performa pasukannya yang tidak konsisten, Anfield juga bukanlah tempat yang ramah bagi Mourinho.
Kedatangan Mourinho di kandang keramat The Reds memang selalu berkesan, baik itu bagi publik Liverpool atau Mourinho sendiri. Banyak kisah menarik yang muncul dari 25 kali pertemuan pelatih asal Portugal itu dengan Liverpool.
Masih ingat betapa sewotnya Mourinho setelah tim asuhannya Chelsea tersingkir di semifinal Liga Champions 2014/15? Saat itu Mourinho mencak-mencak karena gol Liverpool yang dibuat Luis Garcia dinilainya tak sah karena bola belum melewati garis gawang.
Contoh di atas hanyalah satu dari sekian banyak kisah menarik saat Mourinho menghadapi Liverpool. Bisa disimpulkan, Mourinho sepertinya sangat membenci Liverpool. Benarkah? Bisa saja demikian, bisa pula sebaliknya. Seperti orang bijak bilang, beda antara benci dan cinta itu amat tipis.
Perlu mundur beberapa waktu ke belakang, 14 tahun tepatnya, untuk memahami relasi Mourinho dengan Liverpool. Ya, percaya atau tidak, ada masa di mana “The Special One” di selimuti rasa cinta kepada Liverpool. Masa saat Mourinho sangat berambisi untuk mengabdikan diri di Anfield.
Kala itu, dunia belum banyak yang mengenal Mourinho. Dunia mulai tercuri perhatian saat aksi selebrasi provokatif Mourinho di Old Trafford. Saat Mourinho berlari secara liar setelah Costinha mencetak gol penyama di ujung laga buat FC Porto. Gol yang menyingkirkan MU dari Liga Champions 2004.
Mulai saat itu, dunia mengenal Mourinho sebagai pelatih muda yang paling menakutkan di Eropa. Namun, ada kisah lain yang terjadi satu jam sebelum Mourinho dan Porto bertarung di Old Trafford.
Nyaris Wujudkan Impian Latih Liverpool
Liverpool
Sebuah ruangan di Stadion Anfield menjadi saksi pertemuan antara perwakilan Mourinho dengan petinggi Liverpool. Perwakilan Mourinho datang membawa pesan dari Mourinho bahwa dirinya sangat pantas menjadi manajer Liverpool.
“Jose Mourinho ingin sekali datang dan menangani Liverpool,” begitu pesan dari Mourinho.
Dari berbagai tulisan mengenai Mourinho, pria kelahiran Setubal ini memang dikenal sebagai pengagum Liverpool yang memiliki impian bisa bekerja di Anfield.
Dalam pertemuan dengan petinggi Liverpool, perwakilan Mourinho mengungkapkan bagaimana kliennya identik dengan Liverpool, bahwa The Reds adalah tujuan paling ideal setelah Mourinho meninggalkan Porto.
Masalahnya, saat itu Liverpool masih memberi kepercayaan kepada arsitek asal Prancis, Gerard Houllier. Menariknya, beberapa saat sebelum pertemuan, sang perwakilan Mourinho bertemu dengan Houllier untuk membicarakan tranfer pemain yang diwakilinya ke Liverpool.
Memang saat itu posisi Houllier sedang ada di bawah tekanan. Namun manajemen Liverpool belum berkeputusan untuk mengganti Houllier. Liverpool memilih tak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Meski begitu, nama Mourinho tetap dimasukkan dalam daftar calon jika suatu saat Houllier didepak.
Dan, Mourinho pun memimpin laga Porto kontra MU di Old Trafford. Selebrasi Mourinho sontak jadi perbincangan. Rupanya kelakuan Mourinho meninggalkan kesan tak baik di petinggi Liverpool. Tingkah Mourinho dinilai tak sesuai dengan nilai klub.
Pada saat Liverpool kelihatannya tak tertarik dengan Mourinho, pihak lain masuk dalam skenario, Chelsea. Bos baru The Blues, Roman Abramovich mencari arsitek baru usai melepas Claudio Ranieri. Sang taipan ingin mencari pelatih yang bisa memenuhi ambisi besarnya. Nama Mourinho, yang sedang naik daun pun masuk dalam radar Abramovich.
Meski begitu, media Inggris masih menyebut Mourinho adalah calon manajer anyar Liverpool. “Liverpool go for Mourinho”, begitu tulis Guardian pada 25 Mei 2004. “Mourinho lebih memilih Liverpool,” demikian judul artikel di The Telegraph saat yang sama.
Lewat agen yang baru, Jorge Mendes, Mourinho yang merasa tak ada pergerakan dari Liverpool akhirnya mengikatkan diri dengan Chelsea.
Lalu bagaimana dengan agen pertama Mourinho yang melakukan pendekatan dengan Liverpool? Tak hanya gagal total, sang agen pun harus rela menyerahkan kliennya, Mourinho, kepada Mendes.
Setelah melihat apa yang terjadi di masa lalu, mencuat pertanyaan, apa jadinya jika saat itu Mourinho berlabuh di Liverpool, klub yang dikaguminya. Chelsea, Inter Milan, dan Real Madrid sukses merebut sekian banyak trofi bersama Mourinho, sedangkan Liverpool tak kunjung mengakhiri puasa juara Premier League.
Dari sisi Liverpool, kalaupun saat itu bergabung, banyak yang menilai Mourinho tak akan menghadirkan perubahan berarti. Pasalnya, kesuksesan Mourinho bersama Chelsea disebut lebih karena dukungan finansial dari Abramovich.
Sebagai pembanding, Rafael Benitez yang saat itu terpilih menggantkan Houllier, hanya mengeluarkan 19 juta pound untuk membeli pemain. Sedangkan Mourinho menghabiskan 100 juta pound. Hasilnya, Liverpool menyingkirkan Chelsea di semifinal dan menjadi kampiun Liga Champions lewat final historis di Istanbul.
Tapi, sejatinya tak akan ada yang tahu apa yang akan terjadi jika Mourinho kala itu bergabung dengan The Reds. Yang pasti, kebencian Mourinho terhadap Liverpool lahir dari rasa cinta. Memang benar adanya, beda antara benci dan cinta itu tipis, setipis kulit bawang.