DBasia.news – 23 nama dalam skuat timnas Inggris memiliki satu tujuan yang sama di bawah bendera St George Cross menjuarai Piala Dunia 2018. Tahap demi tahap telah mereka lalui dari fase grup.
Inggris sukses lolos dari penyisihan grup G dengan dua kemenangan beruntun melawan Tunisia (2-1) dan Panama (6-1), kemudian kalah 0-1 dari Belgia ketika memainkan pemain lapis kedua. Di fase gugur, Three Lions mengakhiri kutukan tidak pernah menang adu penalti dan menyingkirkan Kolombia pada 16 besar Piala Dunia.
Inggris terus menapaki satu demi satu tangga untuk mengakhiri penantian titel Piala Dunia, yang terakhir diraih pada tahun 1966. Mereka akan coba melewati hadangan dari Swedia di perempat final yang berlangsung Sabtu, 7 Juli 2018 pukul 21.00 WIB.
Kekuatan yang diperlihatkan Inggris sejauh ini bukan cuma dari kejeniusan Gareth Southgate meramu skuat, memaksimalkan pemain, atau kualitas individu menonjol pemain, melainkan kebersamaan suku dan ras dari latar belakang berbeda masing-masing pemain.
Raheem Sterling contoh paling nyata dari kebersatuan tersebut. Dia merupakan satu-satunya pemain Inggris yang tidak lahir di Inggris, namun, memiliki paspor Inggris. Sterling memiliki darah Jamaika. Dia dibawa ibunya ke London saat masih berusia lima tahun.
“Saya tidak akan lupa ketika saya bangun jam lima pagi di pagi hari dan membantu ibu saya membersihkan toilet. Dia datang ke negeri ini tanpa membawa apapun dan sekarang menjadi Direktur Rumah Sakit Jiwa. Lalu anaknya yang bandel bermain untuk Inggris. Inilah tempat di mana mimpi jadi nyata,” kenang Sterling, dilansir dari Marca, Jumat (6/7).
Bukan cuma Sterling, beberapa pemain dalam skuat Inggris saat ini memiliki darah non-Inggris seperti Danny Welbeck yang memiliki darah Gana, lalu Danny Rose dan Ashley Young dengan keturunan Jamaika-nya, serta Fabian Delph dan Ruben Loftus-Cheek yang memiliki darah Guyana.
Bahkan, Eric Dier, yang asli kelahiran Inggris pun memulai kariernya jauh dari Negeri Ratu Elisabeth. Dia memulai perjalanan bersama Sporting Lisbon, sebelum Tottenham Hotspur membelinya di tahun 2014.
Kebersatuan suku dan ras dalam skuat heterogen Inggris tersebut, diharapkan Southgate dapat membentuk identitas bagi timnas Inggris. Bukan hanya sekedar dalam konteks sepak bola, melainkan menyatukan orang-orang atau imigran di Inggris dengan penduduk setempat.
“Kami adalah tim dengan keanekaragaman dan pemain-pemain muda yang merepresentasikan Inggris modern. Kami adalah cerminan dari identitas baru dan kami harap fakta itu, menyatukan orang-orang dengan kami,” harap Southgate.
Menarik untuk dinanti, apakah tahun ini menjadi ‘tahunnya’ Inggris di Piala Dunia, atau awal dari sebuah permulaan sejarah baru Inggris yang selalu dikritik sebagai negeri ‘overrated’, karena kegagalan mereka di masa lalu.