PSG, Man City, dan Juventus Punya Kisah Berbeda Selama 10 Tahun Terakhir

Juventus

DBasia.news – Sepak bola di Eropa dan dunia terus berkembang pesat tiap tahunnya, apalagi jika 10 tahun atau sedekade lamanya. Hastag #10YearsChallenge tengah viral saat ini di sosial media.

Kekuatan di dunia sepak bola seolah mengalami perubahan selama satu dekade terakhir. Pergantian pelatih hingga cara klub menangani keuangan klub menjadi alasan.

Selain itu berbagai regulasi anyar juga tercipta selama 10 tahun terakhir. Sebut saja Financial Fair Play (FFP), Video Assistant Referee (VAR), dan aturan pemain homegrown.

Saat ini, Juventus, Manchester City, dan PSG merupakan kekuatan besar di sepak bola Eropa. Ketiga klub tersebut selalu masuk kandidat pemenang Liga Champions.

Apabila menilik ke satu dekade silam, rupanya baik Juventus, Manchester City, dan PSG bukanlah kekuatan di Eropa. Bahkan, di negaranya masing-masing pun mereka tidak terlalu kuat.

Di Italia Inter Milan tengah menjadi penguasa dengan skuat bertabur bintang ditambah Jose Mourinho. Juventus? Mereka belum bisa lepas dari bayang-bayang Calciopoli.

Memang Juventus mengakhiri musim 2008-2009 sebagai runner-up, namun mereka berjarak 10 angka dari Inter Milan. Selain itu, niatan I Bianconeri melakukan revolusi pada bursa transfer musim panas 2009 justru berakhir dengan gagal total.

Saat itu Juventus bukan lagi klub yang ditakuti di Italia. La Vecchia Signora lebih identik dengan kesebelasan pesakitan yang terpuruk akibat Calciopoli hingga dua kali di peringkat ketujuh.

 

Man City


Lain lagi di Inggris yang masih mengenal Big Four, Manchester United, Chelsea, Arsenal, dan Liverpool. Nama Manchester City memang tidak ada apa-apanya saat itu.

Paruh pertama 2009 dijalani Manchester City dengan kurang menyenangkan meski diperkuat pemain sekelas Robinho. Mereka hanya menempati peringkat ke-10 klasemen akhir Premier League.

Peruntungan Manchester City pun tidak kunjung membaik meski merekrut pemain sekelas Carlos Tevez dan Emmanuel Adebayor. The Citizens mulai membaik ketika Roberto Mancini datang pada akhir 2009 menggantikan Mark Hughes.

Hal yang sama terjadi di Prancis ketika PSG tidak berdaya menghadapi persaingan di Ligue 1. Klub-klub tradisional seperti Lyon dan Marseille lebih mendominasi papan atas klasemen.

Posisi PSG pada musim 2008-2009 tidak buruk-buruk amat, menempati peringkat keenam. Namun, seperti Juventus, bursa transfer musim panas 2009 menjadi petaka untuk Les Parisiens.

Kepergian sejumlah pemain menjadi alasan penurunan PSG. Belum lagi pelatih Paul Le Guen dibajak oleh timnas Kamerun. Posisi mereka pun terjun bebas ke peringkat ke-13.