Profil Timnas Uruguay di Piala Dunia 2018: Incar Juara Ketiga Kalinya

Timnas Uruguay di Piala Dunia 2018

IDNGoal.news, LOLOS dengan status runner-up pada kualifikasi Piala Dunia 2018 zona ­Conmebol jadi motivasi bagi Uruguay untuk membuktikan bahwa mereka bisa bersaing dengan tim-tim lainnya pada putaran final Piala Dunia 2018.

Di awal, pasukan pelatih ­Oscar  Tabarez ini sempat dipandang sebelah mata oleh publiknya sendiri. Perfoma La Celeste yang dinilai kurang stabil pada kualifikasi yang memicu penilaian miring tersebut. Mereka sempat ditahan tim juru kunci Venezuela 0-0. Untungnya kemenangan besar 4-2 atas Bolivia pada pertandingan terakhir membuat mereka akhirnya lolos sebagai runner-up di bawah Brasil, dengan terpaut 10 poin. Kesalahan dua gol bunuh diri yang dilakukan pemain Uruguay pada laga itu ter­lupakan. Publik pun mulai simpati.

Berbekal titel dua kali juara, ­Uru­guay pun optimistis mereka bisa mengulang lagi sejarah lama­nya tersebut. Semenjak juara dunia pada 1930 dan 1950 performa mereka memang menurun. Babak semifinal pada Piala Dunia 2010 lalu menjadi pencapaian terbaik­nya hingga kini.

Secara penampilan, Uruguay dari 18 kali laga kualifikasi yang digelar mencatatkan hasil yang cukup me­muaskan. Lima kali kalah dan sisa­nya 9 kali menang serta 4 kali seri. Hasil mereka bahkan dinilai lebih baik diban­ding­kan Argentina pada sesi ini.

Bukan hanya hasil kualifikasi, ­pada turnamen internasional yang juga merupakan ajang pemanasan, seperti Piala China, mereka sukses menjadi juara dengan mengalahkan tuan rumah, Wales, dan Republik Cheska. Jadi jelas mereka tidak bisa dipandang sebelah mata pada ­pe­nyisihan Grup A nanti bersama ­tuan rumah ­Rusia, Arab ­Saudi, dan Mesir.

Grup mudah

Banyak yang beranggapan bahwa mereka mendapatkan grup yang relatif mudah, meng­ingat peringkat para calon lawannya di bawah Uruguay. Rusia diperkirakan jadi satu-satu­nya ­ancaman berat bagi mereka.

Keduanya sudah pernah bertemu dua kali pada pentas Piala Dunia pada saat Rusia masih bernama Uni Soviet. Dari dua pertemuan itu, ke­duanya sama-sama pernah saling me­ngalah­kan. Kemenangan per­­ta­ma dibuat Rusia pada penyisihan Grup A Piala Dunia 1962 dengan hasil 2-1. Tapi kemudian, pada Piala Dunia 1970 di Mexico, Uruguay mem­balaskan kekalahan mereka dengan skor 1-0 pada babak ­perempat final.

Buat Tabarez, kekuatan lawan siapa yang mengancam mereka dan siapa yang bukan jadi ancaman bu­kan hal utama untuk dipikirkan. Dia mengaku benar-benar hanya fokus untuk membangun kesiapan timnya, tanpa melihat kesiapan tim lainnya.

”Penampilan kami akan benar-benar impresif jika tidak ada pemain yang cedera maupun jetlag. Ini penting, karena jarak waktu yang luas lebih dari 12 jam jadi poin penting bagi kami untuk diperhatikan,” ujarnya.

Namun, masalah Uruguay sebenar­nya bukan hanya itu. Kondisi kesehatan sang pe­latih ”El Maestro” ­(panggil­an Tabarez) ternyata juga jadi perhatian, meng­ingat dia kini sedang berjuang melawan penyakit langka bernama Sindrom ­Guillain-Barre. Pe­nyakit ini dideritanya ­sejak 2016 lalu, saat awal Uru­guay menuju putaran ­final Piala Dunia ini.

Luiz Suarez dan kontroversinya

SERANGAN tajam Uruguay tidak lepas dari striker andal mereka, Luiz Alberto Suarez Daaz atau yang lebih dikenal dengan Luiz Suarez. Memiliki skill di atas rata-rata, mampu bergerak dinamis, bernaluri gol tinggi, Suarez ­memang menjadi pemain kunci La Celeste pada tiap laganya.

Piala Dunia 2018 merupakan kali ketiga penampilannya membela Uruguay pada kancah Piala Dunia, sekaligus menjadi kesempatan terakhirnya pada masa keemasannya untuk membawa timnya tampil sebagai juara Piala Dunia untuk kali ketiga. Namun, Suarez punya kontroversi tinggi di lapangan.

Aksinya pada Piala Dunia 2014 lalu masih tersimpan erat da­lam ingatan. Dia melakukan aksi kontroversi saat berhadapan dengan Italia pada fase grup. Ketika itu, dia mengigit punggung bek Italia  Giorgiio Chiellini agar bisa lepas dari pengawal­an ­ketatnya.

Aksi tidak sportif itu membuat Suarez diganjar hukuman yang tidak menguntungkan bagi timnya, yakni sembilan kali tidak boleh tampil dalam pertandingan dan membuang kesempatan Uruguay untuk lolos ke perempat final. Ketidakhadirannya membuat permainan Uruguay tidak hidup dan mereka pun harus menelan pil pahit karena disingkirkan Kolombia 0-2.

Pada Piala Dunia 2010 pun dia melakukan aksi kontroversial. Tindakan secara sengaja menahan laju bola dengan tangan ke­tika melawan Ghana, lagi-lagi membuat dia kehilangan tempat pada babak semifinal. Uruguay pun kembali tidak bisa melalui babak ”4 Besar” tersebut.

Suarez di Rusia

Muncul pertanyaan, apakah dia bisa melalui Piala Dunia 2018 tanpa kembali membuat masalah? Suarez sendiri meng­aku sangat menyesalkan dua kejadian tersebut. Akibat ulah dia itu, kesempatan Uruguay untuk melangkah lebih jauh pada ­Piala Dunia sebelumnya pun pupus.

Tahun ini, dia pun bertekad untuk membayar kesalahannya. Suarez mengaku sadar, jika ingin membawa Uruguay kembali menjadi juara dunia, dia harus bermain dengan maksimal tanpa melakukan kesalahan konyol.  ”Saya sadar ini mungkin kesempatan terakhir di Piala Dunia, terutama ketika mengingat apa yang terjadi sebe­lumnya. Saya ingin menyenangkan pubik Uruguay, jadi saya harus benar-benar me­nyiapkan fisik dan mental,” ucapnya.

Menurut dia,  belajar dari kesalah­an sebe­lumnya, pemain ja­ng­an meremehkan la­wan.