DBasia.news – Aksi terbaru dilakukan Premier League untuk melawan perilaku rasisme. Mereka semua melakukan boikot media sosial selama empat hari.
Kampanye Black Lives Matter dan aksi berlutut yang dilakukan Premier League selama hampir setahun terakhir tak terlalu efektif meredam rasisme. Hal itu terbukti dari kian bertambahnya korban serangan rasial dari sisi pemain.
Mayoritas serangan rasial yang ditujukan kepada pemain terjadi di media sosial. Hal inilah yang membuat Premier League dan petinggi sepak bola Inggris lainnya geram.
Mereka berharap para perusahaan media sosial merespons fenomena ini secara serius. Namun hal itu tak terjadi dan seseorang bisa leluasa melakukan diskriminasi lewat ujaran kebencian di akun media sosial pribadinya.
“Perilaku rasialis dalam bentuk apapun tidak dapat diterima dan pelecehan yang diterima para pemain di media sosial tidak dapat dibiarkan berlanjut,” kata CEO Premier League, Richard Masters.
“Premier League dan klub-klub berdampingan dalam melakukan boikot ini untuk mendesak perusahaan media sosial berbuat banyak dalam menghilangkan tindakan rasialis.”
Aksi boikot media sosial ini dilakukan serempak mulai Jumat (30/4) pukul 15.00 hingga Senin (3/5) pukul 23.59 waktu setempat. Selain Premier League, kampanye ini dilakukan juga oleh FA, EFL, FA Women super League, FA Women Championship, PFA LMA, PGMOL.
Aksi ini akan membuat lanjutan Premier League akhir pekan ini terasa sepi. Sebanyak 20 klub peserta tidak akan mengunggah aktivitasnya jelang, saat, dan usai pertandingan.
Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat Premier League akan dipanaskan duel Manchester United kontra Liverpool. Kedua tim memiliki pengikut yang sangat besar di media sosial.
Gemerlap laga bertajuk North West Derby tersebut akan seperti antara ada dan tiada. Akun resmi media sosial kedua klub terpantau tak melakukan aktivitas sejak waktu yang ditetapkan dalam kampanye ini.
Aksi diharapkan bisa menyadarkan para suporter yang masih bersikap rasis. Bukan tidak mungkin liga-liga lain akan mengikuti jejak Premier League.
“Kami tidak akan berhenti menentang perusahaan media sosial dan ingin melihat peningkatan dalam kebijakan dan proses mereka dalam mengatasi pelecehan diskriminatif secara online di platform mereka,” pungkas Masters.