DBAsia News

Premier League Dalam Tren Pemecatan Manajer

DBasia.news – Premier League musim 2021-2022 baru memasuki pekan 11 (baru awal musim) sudah ada lima manajer yang dipecat atau mengundurkan diri, tiga di antaranya dipecat dalam kurun waktu tujuh hari.

Hal itu memperlihatkan tekanan besar yang terus dihadapkan kepada manajer atau pelatih klub sepak bola, di mana pun itu, khususnya di Premier League yang notabene liga terbaik dunia dan dapat banyak sorotan.

Melihat pelatih kehilangan pekerjaan bukan suatu hal yang dapat dijadikan satu momen berkesan, tetapi itulah tekanan dan konsekuensi yang harus mereka terima jika tak mampu mengangkat performa tim.

Kelima manajer yang sudah kehilangan pekerjaannya itu adalah Xisco Munoz, Steve Bruce, Nuno Espirito Santo, Daniel Farke, dan Dean Smith. Pemecatan nama yang disebut terakhir memastikan jumlah pemecatan terbanyak selama 17 tahun terakhir di Premier League.

Tekanan fans, sisi finansial, hingga kepanikan menjadi alasan mereka kehilangan pekerjaan. Pada 3 Oktober lalu Munoz jadi manajer pertama yang dipecat di Premier League. Watford memecatnya setelah klub ada di peringkat 14 pada pekan tujuh dan ia digantikan oleh Claudio Ranieri.

Berikutnya, pada 20 Oktober Bruce mengundurkan diri menyusul akuisisi Newcastle United oleh PIF yang dipimpin oleh Pangeran Arab Saudi. Tekanan yang dirasakan Bruce membuatnya mundur dan ia digantikan Eddie Howe.

Lalu pada 1 November Santo dipecat oleh Tottenham Hotspur, empat bulan setelah ia bekerja, karena lima kekalahan dari tujuh laga liga. Santo digantikan oleh Antonio Conte.

Kemudian selama dua hari beruntun pada 6-7 November Norwich City mendepak Daniel Farke dan Aston Villa memecat Dean Smith. Kedua klub belum menunjuk pengganti mereka.

Lima manajer kehilangan pekerjaan di pekan 11 Premier League. Dalam tiga musim terakhir, hanya satu tim yang berpisah dengan manajer mereka di tahapan ini. Sementara catatan tertinggi pemecatan semusim terjadi pada 2013-2014 dan 2017-2018 (10 manajer).

Memasuki jeda internasional di bulan November ini, drama pemecatan itu semakin santer beredar. Seperti yang diucapkan oleh Penulis Kepala Sepak Bola BBC, Phil McNulty.

“Jeda internasional adalah waktu bagi klub untuk mengambil saham – dan semakin menjadi berita yang sangat buruk bagi manajer yang ada di ujung tanduk,” tutur McNulty.

“Bukan kebetulan bahwa jeda dalam program sekarang menjadi waktu yang mengkhawatirkan bagi para manajer yang berjuang untuk mendapatkan hasil yang baik.”

“Manajemen adalah bisnis yang semakin brutal, fokus dipertajam oleh penghargaan untuk kesuksesan dan hukuman untuk kegagalan. Sekarang seringkali hanya masalah permainan sebelum manajer yang kesulitan mempertanyakan masa depannya.”

“Jeda internasional memberi klub sedikit ruang untuk mempertimbangkan posisi mereka dan manajer, dan siapa yang mungkin masuk jika ada perubahan.”

“Peristiwa selama akhir pekan telah membuktikan sekali lagi apa yang dijalankan oleh manajer dunia yang tak kenal ampun, dengan ketakutan akan kegagalan dan ketidakmampuan untuk memenuhi ambisi yang tinggi meningkatkan tekanan bahkan lebih.”

Alasan Pemecatan

Lingkungan sekitar menciptakan atmosfer tersebut yang menambah tekanan kepada pelatih atau manajer. Kembalinya fans ke stadion menambah fakta tersebut.

Setiap kali tim tampil buruk dan menjalani serangkaian hasil buruk, fans bisa berbalik ke tim kesayangan mereka dan menyiuli pemain hingga manajer. Tekanan semakin bertambah dengan pemberitaan media serta komentar dari pandit sepak bola, belum lagi dengan isu-isu di sosial media.

Itu semua bersatu dan manajemen klub juga paham akan hal tersebut, plus mereka khawatir dengan kondisi finansial klub jika tim terus tampil buruk. Memecat pelatih (acapkali sebagai kambing hitam) jadi solusi paling mudah.

“Kita melihat aspek bisnis besar pada sepak bola sekarang,” kata mantan gelandang Aston Villa, Nigel Reo-Coker kepada BBC Radio 5 Live.

“Sebagian besar klub menginginkan perbaikan cepat itu. Saya pikir ini lebih tentang keuntungan finansial sekarang daripada yang lainnya. Ini menjadi lebih kejam.”

Sukses dengan Pergantian Manajer?

Sejak musim 2019-2020 sampai tahapan pekan 11 Premier League musim ini sudah ada 16 pergantian manajer. Lantas apakah pergantian itu sukses?

Bak perjudian tak selamanya pergantian itu sukses atau memberi kesuksesan instan. Dari 16 pergantian itu dua di antaranya berbuah perkembangan signifikan hingga kesuksesan, yakni David Moyes di West Ham United dan Thomas Tuchel di Chelsea.

The Blues yang punya tradisi berganti manajer menuai sukses kala memecat Frank Lampard pada Januari 2021. Tuchel mempersembahkan titel Liga Champions dan Piala Super Eropa, kini jadi kandidat peraih titel Premier League.

Pun demikian Moyes yang datang menggantikan Manuel Pellegrini di West Ham pada musim 2019-2020. Moyes mengembangkan West Ham yang kini memanaskan persaingan di zona Liga Champions.

Itu dua yang sukses, sementara yang lain dan gagal seperti Jose Mourinho (Tottenham), Nigel Pearson (Watford), Quique Sanchez Flores (Watford), Carlo Ancelotti (Everton), dan Sam Allardyce (West Bromwich Albion).

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?