DBasia.news – Pelatih Persib Bandung, Robert Rene Alberts memanfaatkan waktunya dengan baik seiring belum bergulirnya Liga 1 2021/2022.
Pelatih asal Belanda ini memanfaatkan waktu dengan melihat sepak bola secara menyeluruh, baik di Eropa, Amerika atau Asia. Sebab, ia tak memungkiri bahwa taktik permainan di sepak bola bersifat dinamis dan terus mengalami perkembangan.
“Seperti Euro, bagaimana tim menerapkan taktiknya dan membaca laporan penyelenggaraannya, apa yang dihasilkan dan analisis terhadap taktik yang diperagakan,” ujar Robert Rene Alberts saat dihubungi.
“Lalu Copa America, dimana adanya perbedaan soal filosofi sepak bola antara Eropa dan Amerika Latihan. Piala Dunia juga ada perbedaan gaya dan level dalam pengetahuan akan taktik,” tambahnya.
Tidak hanya itu, Olimpiade juga tak luput dari perhatian Robert Rene Alberts. Ia mengaku bisa melihat bagaimana penampilan para pemain muda yang bisa memahami secara jelas dengan taktik yang diberikan meski memiliki pengalaman yang lebih minim.
“Saya juga membaca banyak hal tentang filosofi secara teknis yang terjadi di FIFA, Eropa, dan Asia dan selalu ada informasi baru tentang itu semua,” katanya.
Tentu saja, dikatakan Robert diperlukan untuk mengkaitkannya dengan pemahaman akan sepak bola Indonesia. Apalagi, saat ini ia tengah menangani Persib Bandung.
“Tapi situasinya menjadi rumit karena yang terjadi di Eropa berkenaan dengan sistem pengembangan sepak bola, menunjukan banyak hal tentang nilai profesionalisme di negara tersebut,” tuturnya.
Semisal, saat Robert Rene Alberts dipercaya menangani tim nasional Malaysia U-20. Saat itu timnya bermain melawan tim seperti Chelsea, Bayern Munchen, dan PSV Eindhoven.
“Di usianya saat itu, para pemain di klub Eropa tersebut telah menjalani 250 hingga 300 laga karena adanya sistem pembinaan di usia muda. Sedangkan pemain saya waktu itu sangat sulit sekali mendapatkan kesempatan bermain karena tidak ada sistem pembinaan sepak bola usia muda di Malaysia.”
“Perbedaan yang ditemukan meskipun usia mereka sama yaitu 19-20 tahun, bukan soal kualitas atau kemampuan teknik, bukan juga soal kecepatan atau daya tahan, melainkan murni soal pengalaman pemain menjalani laga kompetitif.”
“Hanya di laga kompetitif lah, pemain bisa berkembang. Sedangkan di dalam latihan, mereka berusaha untuk bermain lebih baik,” tegasnya.
Robert Rene Alberts lantas membandingkannya saat masih membela Ajax Junior. Saat itu, ia memiliki banyak menit bermain lantaran diterapkan sistem Liga.
“Apa yang terjadi di Malaysia, serupa dengan di Indonesia. Di sana (Malaysia) tidak ada laga yang digelar setiap pekan melainkan turnamen dan itu dua hal yang berbeda. Di turnamen Anda dituntut untuk memenangi laga sehingga mentalitas yang terbentuk sangatlah berbeda,” bebernya.
Ketika melihat perkembangan sepak bola di dunia, Robert Rene Alberts mengaku harus mengkonversi tren taktik yang terjadi ke metode yang bisa dipahami para pemain yang tidak dialami saat masih menjadi pemain muda. Ini menjadi alasan perkembangan sepak bola Indonesia tertinggal.
“Bukan karena para pemain tidak memiliki bakat dan sebagainya, tapi karena tidak memiliki struktur yang cukup baik dalam pengembangan sepak bola. Ini membuat pekerjaan saya menarik setelah melihat perkembangan sepak bola yang fantastis di negara lain dan berharap perkembangan itu juga bisa terjadi di tim saya.”
“Saya coba menerapkannya di dalam latihan, tapi kemudian ada kebingungan di antara pemain, mereka yang tidak bisa belajar dengan cepat mulai kehilangan kemampuannya. Jika itu terjadi, kepercayaan diri juga akan menurun dan tentunya performa tim pun menurun. Sedangkan tugas saya adalah membuat tim mendapat hasil terbaiknya di setiap laga.”
“Ini menjadi hal menarik bagaimana bisa menerapkan tren terbaru dalam perkembangan di sepak bola dengan budaya yang terjadi di sepak bola kita,” tuturnya.
Pelatih berusia 65 tahun ini mengaku terkadang hal itu berjalan dengan mulus. Terbukti, tiga klub dari tiga negara berbeda bisa dibawanya menjadi juara.
“Tidak ada yang namanya kebetulan ketika saya menukangi tiga tim dari negara berbeda dan membawa mereka juara tanpa mengalami kekalahan karena rahasianya adalah saya selalu memperhatikan perkembangan sepak bola dan membuat tim saya lebih maju terhadap perkembangan taktik yang terjadi.”
“Sekarang saya berusaha melakukannya bersama Persib, tapi juga itu dipengaruhi oleh pemain yang tersedia. Jika saya pelatih Manchester City, saya bisa beli pemain apapun yang saya mau, dengan tim pemantau untuk mencari pemain sesuai dengan kebutuhan. Tapi kami di sini tidak bisa melakukannya, kami lihat situasi sekitar siapa saja pemain yang tersedia untuk bisa kita rekrut tanpa mengeluarkan uang transfer. Ketika pemain itu bergabung, lalu kita mulai sesuaikan kemampuannya dengan taktik terbaik untuk tim.”
“Jadi saya selalu mencari tahu perkembangan yang terjadi di dunia sepak bola, tapi saya juga harus memastikan bahwa itu bisa diterapkan di level yang kami miliki dengan tidak mengesampingkan kemenangan di pertandingan.”
“Saya beri dua contoh buku yang sedang saya pelajari saat ini, satunya soal perkembangan terkini yang dibuat oleh FIFA. Ini buku yang sangat detail karena mengupas bagaimana mengembangkan kemampuan pemain dan sistem. Buku lainnya adalah soal laws of the game, kita harus tahu secara persis apa perkembangan soal laws of the game,” tandasnya.