DBAsia News

Nostalgia Piala Dunia – Magical Magyars

DBasia.news – Berbicara soal Piala Dunia atau Piala Eropa, tim-tim yang akan dibahas pasti tidak jauh-jauh dari Argentina, Brasil, Prancis, Inggris, Italia, Belanda, Spanyol dan lainnya.

Tidak banyak yang membahas tentang satu negara berjuluk Magyars yakni timnas Hungaria. Hal itu dapat dimaklumi mengingat mereka saat ini menempati urutan 37 FIFA dan bahkan sejak 1990 hingga 2022 tak pernah lolos Kualifikasi Piala Dunia.

Dalam skuad tim yang saat ini dilatih Marco Rossi tidak ada nama yang menonjol, hanya satu pemain yang dapat sorotan karena bertalenta dan punya masa depan cerah yakni gelandang RB Leipzig, Dominik Szoboszlai.

Tak mengherankan apabila publik tidak banyak membahas mengenai timnas Hungaria. Kendati demikian, seperti halnya timnas-timnas lainnya yang punya sejarah dan catatan menarik tersendiri di masa lalu, begitu juga Hungaria.

Selayaknya Super Depor yang merujuk kepada Deportivo La Coruna di masa lalu, timnas Hungaria pernah terkenal seantero dunia dan juga Eropa dengan julukan Magical Magyars.

Prototipe Total Football

Mundur jauh pada medio 1950-an. Timnas Hungaria dilatih oleh Gusztav Sebes dan di satu laga uji coba pada 1950, Hungaria mengalahkan Polandia di Warsaw dengan skor telak 5-2.

Laga uji coba seyogyanya disepelekan karena tak lebih dari pertarungan untuk meningkatkan peringkat FIFA, atau persiapan mengikuti turnamen besar, tapi itu tidak berlaku kala berbicara kemenangan Hungaria itu.

Pasalnya itu mengawali rekor 31 laga tanpa pernah kalah yang bertahan selama empat tahun satu bulan. Ya, dari sanalah anak-anak asuh Gusztav Sebes merasakan nikmatnya kemenangan dari permainan indah.

Momentum itu terus terjaga sampai pada akhirnya dunia melihat langsung kekuatan Hungaria pada 1952. Di Olimpiade 1952 Hungaria mengalahkan Yugoslavia di final dengan skor 2-0.

“Saya merasa sangat lega,” kata Sebes kepada FIFA. “Kami telah melakukan apa yang harus kami lakukan, dan kami melakukannya dengan gaya. Tiba-tiba pers internasional menghujani kami dengan pujian. Olimpiade itu menempatkan kami di peta.”

Gelandang timnas Hungaria kala itu, Ferenc Puskas, mengingat betul bagaimana publik merayakan medali emas itu selayaknya trofi Piala Dunia.

“Di kereta pulang, begitu kami meninggalkan Praha, kereta terus berhenti di setiap stasiun untuk memungkinkan orang banyak menyambut kami. Pemandangan di stasiun Keleti ketika kami tiba di Budapest sungguh luar biasa,” kenang Puskas.

“Ada sekitar 100.000 orang berdesakan di jalan-jalan sekitarnya untuk merayakannya! Kami sangat gembira. Itu adalah kemenangan besar pertama kami dan hati kami masih sangat muda.”

Sebas menggunakan formasi dasar 2-3-3-2 yang berkembang jadi 4-2-4 dan ini pendahulu dari taktik dasar saat ini semisal 4-4-2. Taktik itu membawa Hungaria terus melaju kencang mengalahkan lawan-lawannya hingga punya catatan 31 laga beruntun unbeaten.

Hungaria tidak sekedar bermain bola tapi juga menghibur dengan setiap serangan yang mereka bangun. Permainan ofensif, kebebasan berposisi, dan menghibur itu diyakini Puskas sebagai prototipe total football atau sepak bola ofensif Belanda (yang diterapkan pada 1970-an).

“Kami sudah menjadi tim yang hebat, tetapi selama Olimpiade sepak bola kami mulai mengalir dengan kegembiraan yang nyata. Itu adalah prototipe dari ‘total football’ yang dimainkan oleh Belanda (pada 1970-an). Kami memiliki kebebasan posisi dan ketika kami menyerang, semua orang menyerang, dari bek hingga penyerang,” tutur Puskas.

Salah satu media, Observer, bahkan menempatkan dalam salah satu artikelnya dengan judul “The Magnificent Magyars sangat seksi dan membuat tim Belanda arahan Johan Cruyff pada 1974 terlihat kaku.”

Sebes pun punya analogi yang tepat dalam melihat permainan timnya: sepak bola sosialis. Sosialis adalah pelakunya, sementara ideologi sosialisme memiliki makna tujuan untuk mewujudkan masyarakat dengan hak milik bersama, agar tidak hanya dikuasai orang atau lembaga tertentu.

Dalam hal tersebut, Sebes singkatnya melihat sepak bola Hungaria dengan kebersamaan yang kuat saat menyerang dan juga bertahan. Kolektivitas juga jadi kekuatan Magical Magyars.

“Alih-alih kotak ajaib dari setengah bek dan pemain depan bermain sendiri dalam kondisi kelelahan, diputuskan pekerjaan harus dibagikan di antara tim,” ucap Sebes.

“Ketika kami menyerang, semua orang menyerang dan dalam pertahanan itu sama,” imbuh Puskas.

Battle of Berne dan Miracle of Bern

Beranjak dari Olimpiade 1952 Hungaria memainkan pertandingan dengan label “Match of the Century” pada 1953. Lagi, laga persahabatan di masa lalu lebih dari sekedar pertandingan uji coba.

Hungaria melawan Inggris dan The Three Lions tak pernah kalah di Inggris (laga dihelat di Wembley). Namun 110.000 penonton yang hadir di stadion menyaksikan bagaimana keajaiban Hungaria bekerja.

Skor 4-1 di babak pertama dan di babak kedua berakhir 6-3. Sontak hasil itu langsung jadi pemberitaan besar di Eropa. Setahun kemudian, dengan besarnya sorotan kepada Hungaria mereka tampil di Piala Dunia 1954 yang dihelat di Swiss.

Ada di grup 2 Hungaria menghancurkan Korea Selatan dengan skor 9-0 dan mengalahkan Jerman Barat 8-3, lalu memasuki fase perempat final mereka menghadapi Brasil dalam laga bertajuk Battle of Berne.

Jalannya laga benar-benar bak pertarungan besar. Kedua tim sama-sama memainkan sepak bola indah, Brasil dengan jogo bonito dan Hungaria dengan sepak bola sosialis. Laga berakhir 4-2 untuk kemenangan Hungaria tapi itu menyisakan cerita.

Banyak pelanggaran, tendangan bebas, tendangan ke lawan hingga memaksa wasit mengusir tiga pemain.

“Saya pikir itu akan menjadi pertandingan terbesar yang pernah saya lihat. Saya berada di puncak dunia. Apakah politik dan agama ada hubungannya dengan itu, saya tidak tahu, tetapi mereka berperilaku seperti binatang, memalukan,” ucap wasit laga asal Inggris, Arthur Ellis soal laga itu.

“Itu adalah pertandingan yang mengerikan. Dalam iklim saat ini, begitu banyak pemain yang akan dikeluarkan dari pertandingan, permainan akan ditinggalkan. Satu-satunya pikiran saya adalah bahwa saya bertekad untuk menyelesaikannya.”

Perjalanan Hungaria terus berlanjut ke final dan sudah banyak yang melihat mereka sebagai favorit juara. Akan tapi takdir berkata berbeda, Hungaria sempat unggul 2-0 dari gol Puskas dan Zoltan Czibor.

Jerman Barat bangkit dan keajaiban benar tercipta untuk mereka dengan kebangkitan melalui gol Max Morlock dan dua gol Helmut Rahn. Jerman Barat menang 3-2 dan itu mengakhiri cerita legendaris Magical Magyars dengan catatan unbeaten mereka.

Cerita telah berlalu tetapi nama Magical Magyars akan selalu ada dalam sejarah sepak bola dunia. Beserta pelatih legendaris Gusztav Sebes serta pemain-pemain kunci, ikon Hungaria kala itu seperti Ferenc Puskas, Sandor Kocsis, dan Nandor Hidegkuti.

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?