DBasia.news – The Citizens, julukan bagi Man City, masih berusaha untuk mengejar Liverpool yang memimpin klasemen Premiere League musim 2019-2020.
Man City menduduki peringkat dua klasemen Premier League dengan raihan 51 poin dari total 24 laga yang sudah dimainkan. Itu terpaut 16 poin dengan Liverpool yang masih menyisakan satu laga tunda dan belum pernah kalah sejauh ini.
Melihat konsistensi hebat The Reds dan Man City yang sudah menelan lima kekalahan dan tiga hasil imbang, sulit bagi Man City untuk memecahkan rekor meraih titel Premier League tiga kali beruntun. Liverpool sudah dinilai publik memenangi titel musim ini.
Tapi, apakah itu bisa diartikan sebagai kegagalan musim 2019-20 untuk Manchester City? Tidak juga. Man City masih bersaing di tiga kompetisi lainnya dan berpeluang menjuarai dua titel domestik – meski kansnya sama kuat dengan tim lain di Eropa.
Menurut analisis legenda Everton, Tim Cahill di BBC Sport, filosofi sepak bola yang sudah dibentuk Pep Guardiola selama empat tahun terakhir ini memungkinkan mereka untuk coba memenangi seluruh trofi.
“Filosofi Manchester City adalah berusaha memenangkan segalanya – jadi mereka fokus pada setiap pertandingan dengan cara yang sama, apakah itu di Premier League, Liga Champions, Piala FA, atau Piala Liga,” kata Tim Cahill.
Analisis Cahill tidak salah. Tak peduli jika mereka memenangi titel yang dianggap ‘hanya’ titel kecil seperti Piala Liga, trofi adalah trofi. Keseriusan yang sama juga diperlihatkan Man City di Piala FA, Premier League, dan Liga Champions.
Baru ini, Man City menang 4-0 atas Fulham di putatan empat Piala FA via dua gol Gabriel Jesus, Bernardo Silva, dan penalti Ilkay Gundogan. Tidak sekali pun Man City menurunkan gas mereka dan bermain di luar kebiasaan, meski pun di atas kertas seharusnya tidak kesulitan melawan Fulham.
Persiapan Manchester City
Menjelang Derby Manchester melawan Manchester United, Man City sudah unggul agregat gol 3-1 dari leg satu di Old Trafford dan persiapan mereka tak pernah bermasalah untuk leg dua nanti. The Citizens tidak akan berpikir untuk bermain bertahan mengamankan keunggulan itu.
Pun demikian untuk melawan Real Madrid di 16 besar Liga Champions pada Februari mendatang. Real Madrid merupakan raja Eropa dengan raihan 13 titel Liga Champions. Persiapan Man City untuk kedua laga itu tetap sama: berpegang teguh pada filosofi yang dibawa Pep Guardiola.
“Namun, jika mereka gagal (ketika melawan Real Madrid), maka itu pasti tidak akan sampai pada kurangnya persiapan. Ini lebih merupakan pertanyaan apakah mereka dapat menghasilkan performa yang kita tahu mereka mampu tunjukkan,” imbuh Cahill.
“Mereka akan siap untuk Real Madrid ketika mereka menghadapi mereka dalam 16 bulan terakhir karena, ketika Pep Guardiola manajer Anda, Anda siap untuk siapa saja,” tegasnya.
Pulihnya Aymeric Laporte
Satu hal krusial lainnya yang membantu persiapan Man City adalah pulihnya Aymeric Laporte dari cedera. Beberapa waktu lalu, Guardiola pernah menyebutnya sebagai bek berkaki kidal terbaik di dunia.
Sekilas, ucapannya itu terlihat sederhana “bek dengan kaki kidal, lalu apa spesialnya?” Publik bisa jadi berpikir demikian, tapi tidak untuk Guardiola. Laporte penyempurna taktik bermainnya dari lini belakang.
Tanpa keberadaan Laporte Man City kesulitan membangun serangan dari belakang. Selain itu, kelebihan lain dari bek berkaki kidal adalah melengkapi siapa pun tandemnya di jantung pertahanan selama dia berkaki kanan: John Stones atau Nicolas Otamendi.
Fernandinho sudah bekerja keras menutupi area itu pada usia 34 tahun. Kini, dia bisa diistirahatkan oleh Guardiola dan mengembalikannya ke posisi asli: gelandang bertahan.
“Merupakan hal yang positif bagi Guardiola bahwa bek tengah regulernya, Aymeric Laporte, telah kembali sekarang setelah cedera jangka panjang, dan Oleksandr Zinchenko juga tersedia di bek kiri,” ujar Cahill.
“Dengan absennya Laporte, Fernandinho telah menjadi andalan pertahanan City, tetapi saya tidak berpikir itu adalah masalah yang mereka tidak pernah mainkan bersama di belakang saat mereka memasuki bagian akhir musim ini.”
“Sistem dan gaya City adalah sama dengan siapa pun yang ada di tim, jadi semua pemain mereka selalu mengerti bagaimana cara mereka bermain, namun Guardiola merotasi pemain.”
Jadi, apabila Man City mengakhiri musim tanpa titel Premier League dan meraih dua titel domestik: Piala FA dan Piala Liga – apalagi jika sukses meraih titel Liga Champions, musim mereka tetap terbilang sukses. Tentu saja beda cerita jika gagal meraih trofi-trofi tersebut.