DBAsia News

Kisah Pertemuan Pertama Thomas Tuchel dan Jurgen Klopp di Liga Europa

DBasia.news – Pamor pelatih-pelatih atau manajer dari Jerman kini tidak kalah tenarnya ketimbang produk Italia. Para peramu taktik yang berasal dari Jerman semakin terkenal di Eropa berkat pencapaian pada 2020.

Tahun 2020 diwarnai dengan pandemi virus corona yang menyerang dunia, tetapi di satu sisi berbeda manajer-manajer dari Jerman menunjukkan kualitas mereka di Eropa dan juga Premier League.

Jurgen Klopp membawa Liverpool mengakhiri penantian titel liga selama 30 tahun. Thomas Tuchel membawa PSG (Paris Saint-Germain) ke final Liga Champions, Julian Nagelsmann mengantarkan RB Leipzig ke semifinal Liga Champions.

Hans-Dieter Flick bahkan menorehkan tinta emas dalam sejarah Bayern Munchen dengan meraih treble winners titel Bundesliga, Liga Champions, dan DFP Pokal. Berlanjut sampai tahun ini dan meraih sextuple (enam trofi setahun) pada ajang Piala Dunia Antarklub, Piala Super Eropa, dan Piala Super Jerman.

Persaingan kompetitif antar manajer Jerman itu kini berlanjut di Inggris. Hadirnya Tuchel sebagai pengganti Frank Lampard di Chelsea menjadikan duel kontra Liverpool bak Derby Jerman.

Pertemuan Pertama Thomas Tuchel dan Jurgen Klopp

“Jurgen Klopp menjalani tujuh musim yang luar biasa sukses di sini. Kami sekarang akan coba menciptakan lembaran baru di level tinggi. Klopp membangun pondasi yang hebat. Kami harus melanjutkannya.”

Itu ucapan pertama Thomas Tuchel kala ditunjuk melatih Borussia Dortmund pada 2015, menggantikan Jurgen Klopp yang pergi ke Liverpool untuk mengisi pos yang ditinggalkan Brendan Rodgers.

Tak mudah bagi Tuchel melatih Dortmund yang sudah dilatih lama oleh Klopp, apalagi CV Tuchel sebelumnya sebatas melatih FC Augsburg tim dua dan Mainz. Kendati demikian Tuchel juga alumni sekolah kepelatihan yang tenar di Jerman (Hennes-Weisweiler).

Memiliki basis yang sama dengan kurikulum fussball Lehrer Tuchel juga membawa filosofi gegenpress ala Jerman. Dasar gegenpress sama dengan mengandalkan tekanan dan serangan balik cepat, tapi aplikasi dalam pengembangan masing-masing pelatih berbeda.

Tuchel sejak melatih Dortmund, PSG, dan kini dengan Chelsea mencoba mendominasi penguasaan bola dengan gegenpress di dalam pertahanan lawan, sementara Klopp lebih defensif, menekan, merebut bola dan kemudian melancarkan serangan balik kilat.

Tak ayal masuknya Thiago Alcantara ke Liverpool musim ini mengubah permainan Liverpool yang lebih banyak menguasai penguasaan bola, tapi tidak cepat kala melakukan serangan.

Pengembangan gegenpress keduanya pertama kali terlihat pada musim 2015-2016. Klopp membawa Liverpool ke final Liga Europa sebelum kalah melawan Sevilla, tapi di tengah perjalanan itu berjumpa Dortmund-nya Tuchel di perempat final.

Leg pertama berakhir imbang 1-1 di Signal Iduna Park dan di leg kedua pertandingan seru terjadi. Henrik Mkhitaryan, Pierre-Emerick Aubameyang, Marco Reus membawa Dortmund unggul 3-1 dari gol yang diperkecil Divock Origi.

Dortmund seolah akan lolos ke semifinal dengan keunggulan agregat gol 4-2, namun mentalitas dan daya juang yang ditularkan Klopp kepada pemain Liverpool direspons skuadnya dengan baik.

Comeback dramatis pun terjadi kala Philippe Coutinho, Mamadou Sakho, dan Dejan Lovren mencetak gol hingga Liverpool menang 4-3 dan lolos dengan agregat gol 4-3.

“Jika Anda mengharapkan penjelasan, saya harus mengecewakan Anda. Itu tidak logis. Itu sangat emosional,” ucap Tuchel kala itu.

“Itu adalah atmosfir ketika saya pikir semua orang kecuali pendukung kami percaya bahwa itu memang dimaksudkan. Itu adalah takdir.”

“Jika Anda berpikir tentang final Liga Champions dengan AC Milan ketika Liverpool bangkit dari ketertinggalan 0-3 (2005) untuk menang, itu berkontribusi pada energi dan kepercayaan di stadion. Kemudian semua orang percaya pada keberuntungan.”

“Kami ingin menang seperti juara, sekarang kami setidaknya harus kalah seperti juara dan bangkit. Kami tidak membutuhkan simpati atau tepukan di punggung. Semua selamat untuk Liverpool.”

Klopp juga mengingat momen comeback Liverpool pada 2005 kala melawan AC Milan di final Liga Champions. Ia senang dengan karakter anak-anak asuhnya.

“Seringkali dalam sepak bola pertandingan berakhir tetapi tidak di sini, tidak dengan tim Liverpool ini,” imbuh Klopp.

“Itu adalah momen dalam sepak bola dan kehidupan ketika Anda harus menunjukkan karakter dan itulah yang dilakukan para pemain. Itu cukup keren untuk ditonton.”

Lima tahun berlalu. Klopp membuat Liverpool menjadi tim yang diinginkannya, sementara Tuchel coba membangun skuad Chelsea. Menarik untuk dinanti duel keduanya dalam Derby Jerman.

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?