Ketika Film Dijadikan Propaganda untuk Memajukan Sepak Bola

Garuda di Dadaku

DBasia.news – Tanggal 3 Maret diperingati sebagai Hari Film Nasional. Film berartikan karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah-satu media komunikasi massa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya.

Dalam perkembangannya, film banyak dijadikan sebagai alat propaganda. Kekuatan film untuk menjadi alat propaganda memang tidak bisa dipungkiri lagi untuk mempengaruhi masyarakat.

Film yang dijadikan alat propaganda bisa bersifat membangun opini negatif atau positif di tengah masyarakat. Jika opini negatif, biasanya dibangun untuk membenci sebuah objek seperti perorangan hingga negara. Opini positif bisa membangun sebuah prestasi.

Salah satu film yang dijadikan alat propaganda untuk membangun opini positif, ada di bidang sepak bola. Film kartun Kapten Tsubasa merupakan contoh propaganda positif untuk peningkatan prestasi sepak bola di Jepang.

Kapten Tsubasa bercerita tentang seorang anak bernama Tsubasa Oozora mengejar mimpi untuk membawa Jepang meraih gelar juara Piala Dunia. Ia pun harus berlatih dan berkerja keras menitih karier hingga benua Eropa.

Dalam perjalanannya, Tsubasa Oozora menemukan teman-teman yang menyukai sepak bola dan memiliki cita-cita pribadi berbeda dengannya. Namun, pada intinya mimpi mereka sama, yakni membela timnas Jepang dan meraih gelar juara Piala Dunia. Mereka yang dimaksud adalah Kojiro Hyuga, Ken Wakashimasu, Jun Misugi, Genzo Wakabayashi.

Kapten Tsubasa Dijadikan Propaganda untuk Peningkatan Prestasi Sepak Bola Jepang

 

Menurut artikel dari situs resmi FIFA, Jepang sudah memainkan olah raga sepak bola sejak 600-an tahun yang lalu. Buktinya, Jepang sudah berpartisipasi di cabang olah raga sepak bola Olimpiade Berlin 1936. Namun, baru meraih medali perunggu di Olimpiade Meksiko 1968.

Meski begitu, sepak bola populer di Jepang berkat Kapten Tsubasa karangan Yoichi Takahash. Awalnya, Kapten Tsubasa dibuat dalam bentuk komik. Lewat Kapten Tsubasa, anak-anak Jepang mulai cinta sepak bola di bawah bayang-bayang olah raga paling populer di Negeri Sakura, yakni bisbol.

Pada tahun 1980, komik Kapten Tsubasa hanya mampu mendorong 4 persen anak-anak menyukai sepak bola. Anak-anak di Jepang mulai belajar cara memainkan olah raga sepak bola.

Tiga tahun kemudian, komik Kapten Tsubasa meledak. Kapten Tsubasa akhirnya dibuat serial dan film anime.

“Captain Tsubasa adalah fenomena sosial. Saya ingat ada masa di mana setiap bola yang dipakai Tsubasa atau topi yang dikenakan kiper Wakabayashi langsung habis terjual di toko keesokan harinya,” tutur Takahashi, dikutip dari Fox Sport.

Sampai pada akhirnya, sepak bola menjadi olah raga paling populer di Jepang mengalahkan bisbol. Semua anak-anak bermain sepak bola. Pemerintah dan Federasi Sepak Bola Jepang saling bersinergi membangun pembinaan usia muda.

Akhirnya, Jepang menjadi salah satu raksasa Asia. Jepang menjadi negara paling banyak meraih gelar juara Piala Asia, yakni empat kali juara (1992, 2000, 2004, 2011). Jepang merupakan negara pertama Asia bersama Korea Selatan yang menjadi tuan ruman Piala Dunia, tepatnya pada tahun 2002. Jepang pun tidak pernah absen ke putaran final Piala Dunia sejak 1998.

Garuda di Dadaku, Contoh Kapten Tsubasa di Indonesia

 

Cara film untuk meningkatkan prestasi sepak bola, seperti layaknya Kapten Tsubasa, ditiru beberapa negara. Salah satunya Indonesia.

Film Indonesia bertemakan sepak bola, dengan tujuan agar anak-anak mencintai dunia bal-balan Tanah Air, sudah mulai ada sejak tahun pertengahan 2000-an. Salah satu film yang dimaksud adalah Garuda di Dadaku.

Film Garuda di Dadaku dirilis pada Juni 2009. Film ini disutradarai oleh Ifa Isfansyah. Film itu juga dibintangi Emir Mahira, Aldo Tansani, Marsha Aruan, Ikranegara, Maudy Koesnaedi, Ari Sihasale, dan Ramzi.

Emir sebagai pemeran utama berperan sebagai Bayu. Bayu sangat menggemari sepak bola. Ia bercita-cita menjadi pesepak bola hebat, membela dan meraih prestasi bersama Timnas Indonesia.

Namun, mimpi Emir tidak mudah diwujudkan seperti membalikan telapak tangan. Pak Usman, kakek Bayu, sangat menentang impian Bayu, karena baginya menjadi pemain sepak bola identik dengan hidup miskin dan tidak punya masa depan.

Mesk begitu, Bayu tetap tidak pantang menyerah. Dua sahabat Bayu, Heri dan Zahra membantunya untuk tetap bisa berlatih sepak bola. Sebab, tujuan Bayu adalah untuk mengikuti seleksi Timnas Indonesia U-13. Pada akhirnya, Bayu pun masuk ke dalam Timnas Indonesia U-13 yang dipersiapkan untuk mengikuti kejuaraan internasional.

Film Garuda di Dadaku berlanjut ke serial dua. Kali ini, dengan mimpi yang sama, Bayu bisa membawa Timnas Indonesia U-15 menjadi juara sebuah kejuaraan tingkat ASEAN di Jakarta. Ia bertugas sebagai kapten tim.

Jika dilihat dari jalan ceritanya, film ini mengajak anak-anak yang mempunyai mimpi menjadi pesepak bola hebat untuk terus berusaha menggapai impiannya tersebut. Film ini juga mengajak anak-anak untuk mencintai sepak bola sebagai olah raga paling populer di Indonesia.

Semakin banyak anak-anak yang mencintai sepak bola, maka pembinaan usia muda makin menjamur. Dari pembinaan tersebut, lahir seorang pemain hebat untuk mengharumkan sepak bola Tanah Air di mata internasional.