DBasia.news – Mempertahankan gelar jauh lebih sulit ketimbang meraihnya. Adagium ini sudah biasa terdengar bagi sang juara bertahan tiap kali memasuki kompetisi baru.
Bagi Manchester City, hal ini pantas diperhatikan. Apalagi mereka pernah merasakan bagaimana sulitnya mempertahankan gelar juara Premier League. Ya, City sendiri pernah dua kali merasakan pahitnya kegagalan mempertahankan titel kampiun.
Memasuki musim 2018-19, Man City muncul sebagai kandidat kuat juara. Wajar jika melihat pencapaian anak asuh Pep Guardiola musim lalu, menjadi juara dengan rekor raihan 100 poin. Dominasi itu yang diprediksi akan kembali terulang.
Agak berbeda dengan musim-musim sebelumnya, menghadapi musim baru kali ini, The Citiziens adem-adem saja di bursa transfer. Hanya Riyad Mahrez, pemain tenar yang didatangkan ke Etihad Stadium.
Tanda-tanda City akan kembali dominan mulai terlihat usai Sergio Aguero dkk dengan mudah melibas Chelsea di ajang Community Shield. Namun, semua itu belum menggaransi sukses City saat mengarungi pertarungan sesungguhnya di Premier League.
Pasalnya dalam satu dekade terakhir, hanya Manchester United yang mampu mempertahankan gelar kampiun. Setelah itu, kutukan juara bertahan terjadi di Premier League, tidak ada klub yang mampu mempertahankan titel juara.
Berikut daftar catatan buruk yang diukir para juara bertahan di Premier League.
Manchester United (2009-10)
Manchester United memasuki musim ini sebagai juara tiga kali beruntun. Mereka mengincar untuk kembali menjadi juara untuk keempat kalinya secara beruntun.
Ditinggal Cristiano Ronaldo ke Real Madrid dan Carlos Teves ke Man City, membuat tugas pasukan Sir Alex Ferguson mengulang sukses kian berat meskipun Wayne Rooney tampil gemilang sepanjang musim.
Petaka datang ketika Rooney dihajar cedera metatarsal pada laga krusial melawan Chelsea. Kala itu United takluk 1-2 di Olr Trafford. Di akhir musim, Setan Merah hanya berhasil duduk di posisi kedua, kalah satu poin dari Chelsea yang menjadi kampiun.
Chelsea (2010-11)
Sukses mematahkan hegemoni Manchester United memicu spirit Chelsea mengarungi musim berikutnya. The Blues memulai musim 2010-11 dengan cemerlang. Dua laga pembuka mereka menangi dengan skor 6-0 secara beruntun melawan West Brom dan Wigan Athletic.
Chelsea menyapu bersih lima laga awal dengan hanya sekali kebobolan. Namun kekalahan dari Manchester City pada September menandai keruntuhan pasukan Carlo Ancelotti. Antara November hingga Januari, The Blues hanya merengkuh dua kemenangan dari 11 laga.
Alhasil, Manchester United berhasil merebut kembali trofi Premier League dengan keunggulan sembilan poin dari Chelsea di tangga kedua.
Manchester United (2011-12)
Musim ini merupakan masa paling menyesakkan bagi Manchester United. Tampil sebagai juara bertahan, Setan Merah bertarung sengit dengan sang tetangga, Manchester City yang melesat cepat hingga paruh pertama.
Manchester United berhasil menempel ketat sang tetangga hingga detik terakhir. Ya hingga detik terakhir dalam arti sebenarnya. United berhasil berbalik unggul delapan poin saat kompetisi menyisakan enam laga.
Namun di luar karakter, Setan Merah ambrol di pengujung musim yang membuat City kembali mampu menempel ketat. City akhirnya memastikan gelar juara Premier League setelah Sergio Aguero menjebol gawang Queens Park Rangers pada detik terakhir.
Berkat gol Aguero, City menjadi kampiun Premier League lewat keunggulan selisih gol.
Manchester City (2012-13)
Sukses menjadi juara secara dramatis musim sebelumnya. Manchester City langsung tancap gas di musim berikutnya. The Citizens bahkan tidak pernah kalah hingga Desember.
City akhirnya takluk setelah dibungkam Manchester United pada bulan Desember lewat gol krusial Robin van Persie. Lewat kemenangan itu, Setan Merah melejit tidak tertahankan. Sebaliknya, The Citizens hancur berantakan.
Bahkan usai kalah di final Piala FA dari Wigan, Man City memecat sang manajer Roberto Mancini, dua laga sebelum Premier League usai. Di akhir musim City harus puas ada di posisi kedua, tertinggal 13 poin dari sang juara, Man United. Ini merupakan gelar terakhir yang disumbang Sir Alex Ferguson yang memutuskan mundur di akhir musim.
Manchester United (2013-14)
Guncangan hebat menimpa Manchester United selepas ditinggal Sir Alex Ferguson. Alhasil Setan Merah yang ditangani David Moyes gagal total. Tidak mempertahankan gelar, mereka juga hanya mampu finis di posisi ketujuh klasemen, tertinggal 22 poin dari Manchester City yang keluar sebagai jawara.
Moyes sendiri harus mengakhiri kontrak enam tahunnya lebih cepat. Mantan manajer Everton itu dipecat sebelum musim berakhir. Tepatnya ketika United kalah 0-2 di tangan Everton, mantan asuhan Moyes, pada April 2014.
Manchester City (2014-15)
Semusim sebelumnya Menchester City berhasil menjadi juara setelah memenangi persaingan sengit dengan Liverpool dan Chelsea. Liverpool yang memiliki peluang harus memupus harapan usai secara dramatis dilipat Chelsea.
Musim 2014-15, Chelsea yang diasuh Jose Mourinho tidak mau hanya menjadi pengganjal. Masuknya Cesc Fabregas dan Diego Costa melambungkan Chelsea ke pucuk klasemen.
Chelsea (2014-15)
Meski sang juara bertahan Manchester City mencoba mengejar, Chelsea terus perkasa di puncak klasemen Premier League hingga akhir musim. Chelsea menjadi juara dengan keunggulan delapan poin dari sang juara bertahan, Man City.
Chelsea (2015-16)
Virus juara bertahan menyerang Chelsea. Terlebih kutukan musim ketiga Jose Mourinho juga belum hilang. Chelsea tampil seperti bukan tim unggulan sepanjang musim.
Berbagai masalah muncul ke permukaan, termasuk pertikaian dengan dokter tim, Eva Carneiro. Chelsea akhirnya harus merelakan trofi Premier League kepada klub kejutan, Leicester City yang diasuh mantan manajer The Blues, Claudio Ranieri.
Chelsea finis di posisi kesepuluh, tertinggal 31 poin dari Leicester City.
Leicester City (2016-17)
Chelsea boleh saja mencatat hasil buruk sebagai juara bertahan musim lalu ketika finis di peringkat kesepuluh. Namun catatan mereka langsung dipecahkan oleh Leicester City semusim berikutnya.
Sebagai juara bertahan, Leicester tampil minor sepanjang musim 2016-17. Di awal musim The Foxes bahkan lebih mengarah ke dasar klasemen yang berbuah pemecatan Ranieri pada Februari 2017.
Di bawah Craig Shakespeare, Leicester memang berhasil menjauh dar zona degradasi, namun sebagai juara bertahan finis di posisi ke-12 bukanlah hasil yang membanggakan, jika tidak ingin dicap memalukan.
Leicester menempati posisi ke-12 dengan raihan 44 poin atau berselisih 49 poin di belakang Chelsea yang menjadi juara.
Celsea (2017-18)
Ketidakharmonisan hubungan antara Antonio Conte dan petinggi klub berbuntut performa buruk Chelsea di atas lapangan. harus tampil di Premier League dan Liga Champions tanpa suntikan pemain baru yang mumpuni membuat The Blues keteteran.
Satu-satunya penghibur bagi Chelsea adalah saat mereka menjadi juara Piala FA usai membekap Manchester United di final. Meski begitu hasil itu tetap tak menyelamatkan posisi Conte yang akhirnya hengkang dan digantikan Maurizio Sarri.
Chelsea mengakhiri musim 2017-18 di tangga kelima dengan meraup 70 poin. Mereka tertinggal 30 poin dari sang juara Manchester City.