4 Pahlawan Kesiangan dalam Sejarah Piala Dunia

Paolo Rossi (FIFA)

DBasia.news – Piala Dunia 2018 sudah mencapai babak semifinal, empat tim (Prancis, Belgia, Inggris, dan Kroasia) akan memperebutkan tiket ke laga pemuncak yang akan digelar 15 Juli mendatang.

Dari empat tim yang akan bertarung muncul sosok yang menonjol di fase knockout. Sedangkan di fase grup sang pemain tidak menampilkan performa maksimal. Pemain seperti ini layak disebut sebagai pahlawan kesiangan.

Sebut saja Andrej Kramaric dari Kroasia. Pemain acap masuk sebagai pemain pengganti sejak laga pertama melawan Nigeria. Namun kontribusinya di fase grup tergolong minim. Namun, sebuah gol lewat tandukannya yang menyamakan kedudukan saat melawan Rusia di perempat final melambungkannya menjadi pahlawan.

Hal serupa terjadi kepada bek Inggris Harry Maguire. Tampil tidak menonjol pada fase grup, bek Leicester City menjelma menjadi pahlawan dengan mencetak gol pembuka The Three Lions ke gawang Swedia di perempat final.

Berikut empat legenda yang menjadi pahlawan kesiangan dalam sejarah Piala Dunia.

1. Pele (1958)

Piala Dunia 1958 acap disebut sebagai turnamen-nya Pele. Tapi tidak banyak orang yang mengingat jika Pele absen pada dua laga pertama Brasil. Cedera saat pemanasan membuat Pele, yang saat itu berusia 17 tahun harus menepi.

Brasil kemudian memberi kepercayaan kepada Jose Alfatini, pemain yang beberapa tahun kemudian membela Italia. Pele baru tampil pada laga terakhir grup melawan Uni Soviet. Namun kontribusi Pele pada laga itu sangatlah minim.

Namun di babak knockout, Pele meledak. Lewat aksi spektakulernya Pele membuat gol ke gawang Wales. Pada laga berikut, Pele mencetak hat-trick saat Brasil membekap Prancis 5-2 di semifinal. Di final, Pele menjadi pahlawan dengan menyumbang dua gol ke gawang tuan rumah, Swedia.

2. Geoff Hurst (1966)

Geoff Hurst merupakan pahlawan Inggris saat menjadi juara pada Piala Dunia 1966 di rumah sendiri. Hurst pun kemudian mendapatkan gelar Sir atas kontribusinya, mencetak hat-trick di final melawan Jerman.

Namun Hurst sebenarnya bukanlah striker utama The Three Lions. Hurst hanyalah pemain pelapis dari mesin gol Inggris, Jimmy Greaves. Namun, sepanjang putaran pertama Greaves gagal mencetak gol dan menderita cedera yang membuatnya absen di perempat final melawan Argentina.

Pada laga kontra Argentina, Hurst yang tampil menggantikan seniornya, langsung menjadi pahlawan dengan mencetak satu-satunya gol pada laga tersebut. Hurst kembali bermain di semifinal.

Pada laga final, pelatih Inggris Sir Alf Ramsey sempat bimbang apakah tetap memainkan Hurst atau Greaves yang sudah pulih. Ramsey memutuskan mempertahankan Hurst. Keputusan Ramsey dibayar Hurst dengan membuat hat-trick ke gawang Jerman dan Inggris menang 4-2 lewat perpanjangan waktu.

Paolo Rossi (1982)

Tidak ada yang menyangka jika Paolo Rossi akan menjadi bintang pada Piala Dunia 1982 di Spanyol. Meski sudah menjadi salah satu bintang Italia pada Piala Dunia 1978, Rossi kala itu baru saja kembali bisa bermain usai menjalani hukuman karena terlibat skandal judi.

Italia harus tertatih-tatih sepanjang putaran pertama. Rossi tampil mengecewakan di lini depan Azzurri. Media Italia tidak henti mengkritik Rossi.

Ketika Italia diketahui akan melawan Brasil di putaran kedua. Publik Italia tidak berharap banyak. Maklum, Brasil kala itu diperkuat bintang macam Zico dan Socrates sedang ada dalam top performa.

Sebelum laga, kiper Brasil, Valdir, sempat mengatakan satu-satunya hal yang dia cemaskan adalah Rossi menemukan performa terbaiknya. Dan itulah yang terjadi. Rossi tiga kali menjebol gawang Valdir dan Ialia menang 3-2.

Laju Rossi berlanjut di semifinal dengan menyumbang sepasang gol ke gawang Polandia. Di laga puncak, Rossi mencetak satu gol dan membawa Italia menjadi juara setelah mengalahkan Jerman Barat. Rossi menutup turnamen sebagai pencetak gol terbanyak.

Fabio Grosso (2006)

Selang 24 tahun setelah Paolo Rossi, muncul Fabio Grosso. Pada Piala Dunia 2006 di Jerman, Italia datang membawa skuat sarat bintang macam Gianluigo Buffon, Fabio Cannavaro, Andrea Pirlo, Francesco Totti, dan lainnya.

Dibanding para bintang di atas, Grosso bukanlah siapa-siapa. Bek kiri Palermo itu juga tampil tidak menonjol sepanjang fase grup. Pada laga 16 besar melawan Australia, Italia harus bermain dengan sepuluh orang dan hampir tersingkir. Namun, Italia kemudian mendapatkan tendangan penalti yang didapat setelah Grosso yang melakukan tusukan dijatuhkan di kotak terlarang.

Kepercayaan diri Grosso melambung. Di semifinal melawan Jerman, Grosso kembali berkontribusi lewat golnya pada menit ke-119. Italia menang 2-0 lewat perpajangan waktu. Kecemerlangan Grosso berlajut ke laga final. Setelah perpanjangan waktu skor imbang 1-1 dan laga ditentukan lewat adu penalti. Dan pemain yang mengambil penalti kelima yang memastikan Italia juara dunia tak lain adalah Fabio Grosso.